Dengan datangnya pedagang-pedagang barat ke Indonesia yang berbeda watak dengan pedagang-pedagang Arab, Persia, dan India
yang beragama islam, kaum pedagang barat yang beragama Kristen
melakukan misinya dengan kekerasan terutama dagang teknologi
persenjataan mereka yang lebih ungggul daripada persenjataan Indonesia.
Tujuan mereka adalah untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan islam di
sepanjang pesisir kepulauan nusantara. Pada mulanya mereka datang ke Indonesia untuk menjalin hubungan dagang, karena Indonesia kaya dengan rempah-rempah, kemudian mereka ingin memonopoli perdagangan tersebut.
Waktu
itu kolonial belum berani mencampuri masalah islam, karena mereka belum
mengetahui ajaran islam dan bahasa Arab, juga belum mengetahui sistem
social islam. Pada tahun 1808 pemerintah Belanda mengeluarkan instruksi
kepada para bupati agar urusan agama tidak diganggu, dan pemuka-pemuka
agama dibiarkan untuk memutuskan perkara-perkara dibidang perkawinan dan
kewarisan.
Tahun
1820 dibuatlah Statsblaad untuk mempertegaskan instruksi ini. Dan pada
tahun 1867 campur tangan mereka lebih tampak lagi, dengan adanya
instruksi kepada bupati dan wedana, untuk mengawasi ulama-ulama agar
tidak melakukan apapun yang bertentangan dengan peraturan Gubernur
Jendral. Lalu pada tahun 1882, mereka mengatur lembaga peradilan agama
yang dibatasi hanya menangani perkara-perkara perkawinan, kewarisan,
perwalian, dan perwakafan.
Apalagi
setelah kedatangan Snouck Hurgronye yang ditugasi menjadi penasehat
urusan Pribumi dan Arab, pemerintahan Belanda lebih berani membuat
kebijaksanaan mengenai masalah islam di Indonesia, karena Snouck
mempunyai pengalaman dalam penelitian lapangan di negeri Arab, Jawa, dan
Aceh. Lalu ia mengemukakan gagasannya yang dikenal dengan politik
islamnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar